-->
Senin 30 Jun 2025

Notification

×
Senin, 30 Jun 2025

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Turis Rusia, Masuk Islam Di Makam Tua Pagar Dewa

Minggu, 02 Januari 2022 | Minggu, Januari 02, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-01-02T17:02:24Z
Moris Shakaya, turis asal Rusia, minta kepada tokoh agama dan tokoh adat setempat untuk membimbingnya mengucapkan dua kalimah syahadat.


Tulang Bawang Barat (dutamasyarakat.id) --- Di awal tahun 2020 silam, tepatnya pada Sabtu (25/1/2020), warga Muslim khususnya di kabupaten Tulangbawang barat, dibuat takjub dengan kabar, seorang turis masuk Islam di Pagar dewa.


Mualaf tersebut adalah, Moris Shakaya, turis asal Rusia, minta kepada tokoh agama dan tokoh adat setempat untuk membimbingnya mengucapkan dua kalimah syahadat tepat di yang tidak sewajarnya.
Moris Shakaya, turis asal Rusia, minta kepada tokoh agama dan tokoh adat setempat untuk membimbingnya mengucapkan dua kalimah syahadat tepat di makam tua Pagar dewa.


Lokasi yang dipilihnya adalah tempat di samping pusara leluhur keturunan Pagar dewa, bernama Minak Kemala Bumi, Pati perjurit.


Sejak berita tersebut menyebar, banyak masyarakat yang bertanya siapa Minak Kemala Bumi, Pati perjurit, sehingga, Moris Shakaya, memilihnya menjadi saksi dirinya menjadi seorang Mualaf (masuk Islam)...?


Untuk menggali informasi tentang sejarah makam tua yang berada di Kabupaten Tulang Bawang Barat ini, kami berkunjung ke Tiyuh Pagar Dewa Kecamatan Pagar Dewa.


Di perkampungan mayoritas penduduk asli ini, kami bertemu dengan tokoh adat setempat, sekaligus juru kunci makam, Hermani gelar Minak Bangsawan Diraja, yang diduga masih memiliki garis keturunan dari Minak Pati Pejurit.

Hermani gelar Minak Bangsawan Diraja meyakini, Pagardewa adalah pusat Kerajaan Tulangbawang. " Meski fosil istana kerjaan tak ditemukan, sejumlah makam para raja dan hulubalang masih ada hingga sekarang," ujarnya mengawali cerita.


Dikatakan Hermani, Pagardewa adalah tanah pertama yang dipijak oleh orang Lampung. Dari tanah (bumi Pagardewa) ini pula, adat pun dimulai. 


" Hal itu sejalan dengan pendapat ahli sejarah Dr. J.W. Naarding, yang memperkirakan pusat Kerajaan Tulangbawang terletak di Way Tulangbawang, tepatnya antara Menggala dan Pagardewa ini," ujarnya.


Kerajaan Tulangbawang, sebagaimana dikatakan Minak Bangsawan Diraja, pusatnya diperkirakan di Betut Bujung (pertemuan dua sungai: Way Kanan dan Way Kiri). 


Pagar Dewa atau Pager Dewou berasal dari kata “pagar” (dikelilingi/dilingkari/dipagari) dan “dewa” (dewa). Berarti kampung ini dikelilingi para dewa.


Arti Pagardewa yang lain ialah pepatian. Maksudnya suatu tempat saling berbunuh dengan lainnya. Bekas “padang karbela” ini masih ada hingga kini di Gayau. Pepatian juga bisa berarti raja-raja atau para ningrat. Sehingga, Pagardewa dapat diartikan “tempat berdirinya para raja”.


" Di sini juga tersebar makam, sehingga daerah ini disebut makamnya orang-orang sakti. Usia makam pun sudah berabad-abad. Misalnya makam Tuan Rio Mangkubumi, Raja Tulangbawang semasa Hindu dan ayahanda Minak Pati Pejurit (Minak Kemala Bumi) ada di Pagardewa sini," kata Herman.

Begitu pula makam Minak Pati Pejurit yang hidup abad XV dan keturunan ke 10 Kerajaan Tulangbawang serta Putri Balau, istri Minak Kemala Bumi, masih ada dan dirawat oleh keturunannya hingga sekarang.


Pagardewa memiliki banyak cerita. Misalnya, saat orang Pagardewa bertarung dengan orang Bugis, dapat dilihat di daerah Gayau. Begitu pula kisah Lembu Kibang, dan banyak lagi. Atau pada malam hari sering terdengar tetabuhan musik tradisional, dan lain-lain. Sehingga terkesan mistis.


Siapa Minak Pati Pejurit? 

Kepada tim, Hermani, juru kunci Makam Minak Pati Pejurit ini, dengan lancar siap menuturkan cerita tentang Pagardewa dan Kerajaan Tulangbawang, hingga silsilahnya. 


Bagaimana ayahanda Minak Pati Pejurit, Tuan Rio Mangkubumi ditawan oleh Kerajaan Palembang.


Kemudian Minak Kemala Bumi siap melancarkan dendamnya. Namun, ia mesti memperkuat dirinya dengan belajar ke Banten. Di Banten, justru Minak Kemala Bumi alias Minak Pati Pejurit mengikrarkan diri sebagai muslim.


Sejak itu ia melupakan dendamnya. Minak Pati Pejurit malah mempertebal iman dan mendalami ilmu Islam ke Mekah. Minak Kemala Bumi, konon, sempat singgah di tanah Tiongkok.


Dalam berbagai literatur disebutkan di Pagar dewa pernah berdiri sebuah kerajaan yang konon pernah berjaya di tanah Lampung semasa Hindu dan masuknya Islam di Nusantara.

Kerajaan itu disebut sebut bernama Tulangbawang, yang di pimpin oleh Minak Pati Pejurit, yang makamnya masih bisa kita lihat hingga saat ini, dan beberapa makam tua yang diyakini adalah makam para leluhur pendiri kerajaan Tulangbawang tersebut.


Sehingga wajar jika berkat keberadaan makam makam tua ini, Pagar dewa oleh pemerintah daerah setempat dinobatkan sebagai salah satu destinasi wisata ziarah atau religi.

Pagar dewa merupakan sebuah tiyuh yang juga menjadi pusat pemerintahan kecamatan Pagar dewa, Kampung atau tiyuh tua ini diapit oleh dua sungai Tulangbawang yakni Way Kanan dan Way Kiri.


Untuk sampai ke Pagar dewa bisa saat sudah bisa diakses 3 jam dengan jalan darat dari Bandar Lampung, yang dahulunya hanya bisa menggunakan perahu untuk menuju Kampung tua yang juga disebut sebagai kampung etnis, pasalnya dihuni oleh mayoritas etnik Lampung.


Kedatangan orang Lampung di Pagar dewa adalah Pepadun dan sistem tradisinya berupa marga. Berbeda dengan Saibatin, pimpinan adat diberikan secara turun-temurun, maka Pepadun dapat dipimpin oleh siapa pun asalkan telah cakak pepadun dan diakui melalui gelar adat.

Menurut sejarah—persisnya cerita yang dituturkan turun-temurun–Kerajaan Tulangbawang berpusat di Pagardewa di Tulangbawang Barat (dahulu Kabupaten Tulangbawang).

Bukti fisik yang memperkuat hal tersebut adalah adanya makam sejumlah makam tua yang hingga saat ini masih di rawat dengan baik oleh warga, yakni makam Tuan Rio Mangku Bumi, Minak Pati Pejurit atau Tuan Kemala Bumi, istrinya yaitu Ratu Dibalau (Ratu Balau), dan orang-orang sakti lainnya.


Dalam situs “Dunia Melayu se-Dunia” menyebutkan, Kerajaan Tulangbawang merupakan salah satu kerajaan Hindu tertua di Nusantara.

Sementara catatan Tiongkok Kuno, sekitar pertengahan abad 4, seorang bikshu dan peziarah Fa-Hien (337-422) berlayar ke Hindia dan Srilanka. Fa-Hien terdampar dan singgah di sebuah kerajaan bernama To-Lang P’o-Hwang atau diartikan Tulangbawang.


Namun, ihwal To-Lang P’o-Hwang ini ada pendapat lain. To-Lang P’o-Hwang bermakna sesuatu yang berada di daratan tinggi.


Dapat disimpulkan adalah daerah di sekitar Gunung Pesagi, yang mengacu pada Kerajaan Sekala Brak. Dianggap muasalnya orang Lampung, sebelum runtuhnya Ratu Seghemong—pimpinan Sekala Brak dari bangsa Tumi—oleh kehadiran empat umpu dari Pagaruyung.


Pujangga Tiongkok I-Tsing pernah singgah di Kerajaan Sriwijaya, dan ia sempat melihat daerah bernama Selapon. Pada abad 7, Tola-P’ohwang diberi nama lain yaitu Selampung lalu dikenal Lampung. Kerajaan Tulangbawang justru pudar ketika Che-Li-P’o (Kerajaan Sriwijaya) semakin berkembang.


Sementara Prof. Hilman Hadikusuma, sejarahwan dari Universitas Lampung menyatakan, sulit membuktikan keberadaan Kerajaan Tulangbawang mengingat bukti peninggalan baik puing maupun lainnya tidak ada.


Terlepas Kerajaan Tulangbawang benar-benar ada ataukah hanya legenda, melalui keputusan Bupati Tulangbawang barat, Wilayah ini menjadi salah satu andalan pariwisata di bumi ragem sai mangi wawai ini, yang layak untuk menjadi destinasi bagi pecinta wisata, karena selain memiliki situs peninggalan sejarah, Pagardewa juga dikaruniai alam yang cukup mempesona.


Sudah banyak fakta dan cerita istimewa yang terkuak, namun belum habis pula kekayaan yang ternyata belum tergali karena terbatas penulis.
×
Berita Terbaru Update