![]() |
Foto : Polda Lampung ungkap kasus tindak kejahatan peredaran sisik hewan Tringgiling seberat 33 Kg pada Senin, 14 Maret 2022. |
Bandar Lampung -- Direktur Yayasan Konservasi Way Seputih (YKS) Lampung, Febrilia Emawati mengatakan trend Trenggiling jadi bahan sabu-sabu sudah berjalan sejak 2013, di register 22 dan 39.
"Jadi ada beberapa oknum penadah yang meminta warga menangkap dan menjual trenggiling, di register 22 (Way Waya, Pringsewu) dan register 39 (Kota Agung Utara). Disana populasinya masih sangat banyak," kata dia saat dihubungi melalui sambung telepon. Senin, 14 Maret 2022.
Febri mengatakan saat itu YKWA pernah mendapatkan informasi dari beberapa berita nasional mengenai perdagangan ilegal yang terjadi di Lampung, setelah ditelusuri ternyata tak hanya trenggiling, tapi sirip Hiu juga diperjual belikan secara brutal.
"Saat kami ke lapangan mendapatkan keterangan dari warga bahwa trenggiling itu ada penadah nya yang beli, tapi infonya akan dijadikan bahan obat, bukan sabu-sabu," katanya.
Populasi trenggiling sekitar tahun 2000 dan sebelumnya, menurut Febri masih sangat banyak dan masuk dalam kategori apeppendix II. Artinya hewan langka yang dilindungi di alamnya. Tidak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun, apabila sudah ditangkarkan, maka keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.
"Tapi saat ini berstatus Kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah lembaga konservasi dunia, IUCN. Status konservasi dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), trenggiling adalah Appendix 1 yang artinya tidak boleh diperjual belikan," ujarnya.
Di Indonesia sebagaimana diketahui, trenggiling merupakan hewan yang dilindungi sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 tahun 2018, dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Bunyinya, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup atau mati ataupun berupa bagian tubuh, telur dan merusak sarangnya," ujar Febri.
Untuk itu, Febri menyayangkan dengan adanya temuan Polda Lampung atas tindak kejahatan peredaran sisik hewan Tringgiling seberat 33 Kg yang dilakukan oleh Khoiril Firmansyah warga Pagar Alam. Selain hewan dilindungi, hasil pemeriksaan ternyata sisik itu dijadikan sebagai bahan baku sabu-sabu.
"Kami berharap pihak kepolisian dapat mengungkap jaringan tersebut, sehingga tidak ada lagi transaksi jual beli ilegal hewan-hewan dilindungi khususnya di Lampung. Karena hal itu lambat laun akan merusak ekosistem yang ada," katanya.