-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

BIOGRAFI ABAH KH. NASHIHIN ASNAWI Waykanan

Sabtu, 25 Desember 2021 | Sabtu, Desember 25, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-12-25T16:42:45Z
ABAH KH. NASHIHIN ASNAWI
(Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah Kholidiyah 
Pondok Runyai Bumiagung Waykanan Lampung)


BIOGRAFI SINGKAT
ABAH KH. NASHIHIN ASNAWI
(Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah Kholidiyah 
Pondok Runyai Bumiagung Waykanan Lampung)

Lahir dari seorang ayah bernama H. Asnawi bin mbah Mat Jaiz dan Ibu Hj. Sapuah binti mbah Suparman pada tanggal 15 Februari 1940 M. / 6 Muharram 1359 H. Di desa Gaji Kecamatan Guntur Kab. Demak Jawa Tengah.Umur 5 tahun ibundanya telah meninggal lalu 
bersama ibu Sujironah binti Karsomanan, ibu tiri yang kasih sayangnya tidak 
kalah dengan ibu kandungnya.

Meskipun dalam kondisi serba kekurangan, tapi orang tua beliau punya semangat yang kuat, ingin sekali memondokkan anak-anaknya. Nashihin muda setelah lulus SR, memulai pengembaraan spiritualnya di Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen asuhan almaghfurlah mbah KH. Muslih Abdurrohman (Ketua Jam’iyah Ahlit Thoriqoh Almu’tabaroh pertama kali), Sampai meletuslah G30S PKI, yang memaksa beliau pulang ke rumah karena krisis dan paceklik yang melanda pada masa itu.

Ketika umur 25 tahun, diiringi semangat mengaji yang tidak pernah padam untuk menambah ilmu,Nashihin muda pergi ke Jawa Timur dengan tujuan mencari ilmu, tabarrukan ke para Kyai-kyai dan pesantren-pesantren, sekaligus silaturrohim kepada para famili,,,, sampai pindah dari satu Pesantre ke pesantren yang lain dan termasuk kepada Mbah Kyai Mahfudz Kalangbret Tulungagung (Tempat putranya Ahmad Muzammil di kemudian hari secara kebetulan mondok, yang sekarang diasuh oleh KH. Hadi Muhammad Mahfudz/ Gus Hadi).

Sepulang dari Jawa Timur beliau menikah -+ pada umur 28 tahun dan dari pernikahan ini beliau mempunyai anak satu (bermukim di jawa), tidak lama sang istri meninggal dunia, lalu beliau menikah lagi dengan ibu Nyai Suntayah (Mbah Nyai yang sekarang ini) dan memiliki 5 putra-putri, yaitu Gus Rofi’ul Bashori, Gus Ahmad Muzammil, Gus Ahmad Muhibbin, Neng Umi Nur Sa’adah, Neng Anisatul Faizah. Di rumah, beliau punya semangat perjuangan yang tinggi untuk berdakwah mengajar mengaji,dari anak kecil sampai orang dewasa, beliau juga 
merintis madrasah diniyah dan madrasah ibtidaiyah di desa Gaji tersebut, dan beliau pun 
aktif dalam Kepengurusan organisasi NU.

Pada umur -+ 40 th, beliau ikut program kerja ke Iraq dan sekaligus ditunjuk sebagai pemimpin rombongannya, selama di irak beliau memanfaatkan waktunya untuk banyak ziarah ke makam para auliya’ Bagdad-Iraq termasuk makam Syekh Abdul Qodir Jaelani, makam 
Sayyidinaa Ali RA, Sayyidina Husein RA, dan lain-lain. 3 tahun berlalu kontrak selesai dan akhirnya pulang ke tanah air.

Setahun dirumah ayah beliau H. Asnawi hendak pergi haji dan meminta kepada beliau untuk 
menemaninya, dan ketika prosesi haji sudah selesai, beliau memohon izin kepada ayahanda 
ingin tetap tinggal di Makkah untuk mencari ilmu (mengaji) dan sang ayah pun meridhoi dan malah mendukungnya. Selama kurang lebih 3 tahun di Makkah beliau banyak mengaji dan tabarukan dengan para Masyayekh di Masjidil Haram pada waktu itu, diantaranya: Sayyid Muhammad almaliki, Syekh Yasiin alfadani, Habib Asseghaf, Habib Jawwad, Habib Mas’ud Mesir, dll.... dan pulang ke tanah air pada tahun 1988.

Dan ketika umur 50 tahun, beliau hijrah ke sumatra setelah yakin akan hasil istikhoroh 
beliau yaitu pindah di desa Bumiagung Runyai tempat rumah dalem beliau selama ini..... begitu sudah menetap, semangat berjuang beliau tidak pernah padam,, beliau mengajak bersama-sama dengan masyarakat sekitar untuk meneruskan pembangunan masjid, merintis madrasah diniyah dan pesantren serta majlis-majlis ilmu lainnya.

Hingga pada suatu waktu beliau ingin mencari Guru Sejati, setelah beliau sering beristikhoroh, beliau bermimpi, dalam mimpi tersebut beliau bertemu dengan Syekh Abu Mi’roj Gading Mranggen (gurunya Mbah K. Masyhuri-guru beliau) dan beliau di tempatkan duduk depan disebelah kirinya, tidak lama datanglah Mbah K. Masyhuri disuruh duduk di depan sebelah kanannya, lalu oleh Syekh Abu Mi’roj kepala beliau di tempelkan (gathukkan seperti 
tawajuhan) dengan kepala mbah K. Masyhuri dan kemudian Syekh Abu Mi’roj juga ikut 
menempelkan kepalanya jadi satu..... dari sinilah lalu beliau merasa mantap bahwa guru yang selama ini dicarinya adalah mbah K. Masyhuri Nawawi Gaji Guntur Demak.

Tidak lama dari itu beliau berangkat ke Jawa dan sowan kepada Syekh Masyhuri Nawawi mohon berkenan menerima sebagai muridnya/ berbaiat Thoriqoh, dan sang guru menjawab: “Nashikin, kamu selama ini memang sudah kutunggu-tunggu, kamu cepat katam(selesai)kan ya ...”

Pada tahun ini pula sepulang dari berbaiat di Jawa, beliau mengundang mbah KH. Abu Mansyur Sriwangi (Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah Kholidiyah Jalur Mbah Ali Hasyim Punggur Lapung Tengah - Baran Kediri) untuk membaiat jama’ah Runyai dan beliau-pun langsung di pasrahi untuk membina para jama’ah baru tersebut. Tahun berikutnya saat bulan muharram beliau suluk/ kholwat lagi ke Jawa, dan suluk baru berjalan 5 hari beliau langsung disuruh menggantikan Sang Guru untuk memimpin tawajuhan dan kegiatan-kegiatan pasulukan, dan sekaligus buku utuh thoriqoh Sang Guru diserahkan supaya disalin oleh beliau.... dan jelang akhir masa suluk, K. Masyhuri mengumpulkan para badal tepat jam 03.00 malam dan disitu Mbah Yai MENGIQRARKAN mengesahkan meresmikan kemursyidan kepada beliau, ini terjadi pada th 1993.

Beliau pulang ke Sumatra dengan diberi wewenang membaiat murid Thoriqoh, dan 
benarlah semakin pesatlah perkembangan Jama’ah Thoriqoh Pondok Runyai sehingga sudah mencapai ribuan orang yang berbaiat thoriqoh kepada beliau.

Dalam perjalanan memimpin jamaahnya, beliau pernah berkholwat di kamar kecil pasulukannya selama kurang lebih 5 tahun dengan makan tidur istirahat yang sedikit dan tidak keluar kecuali sangat perlu, dan ini baru berhenti setelah dipaksa oleh putra-putri beliau karena badan beliau mulai terserang sakit-sakitan. Umur 73 beliau mulai jatuh sakit, dan sehingga mengharuskan operasi...selang 3 tahun penyakitnya kambuh dan langsung semakin bertambah parah, hingga akhirnya tepat pada Malam Jum’at, 24 Rojab 1438 H/ 20 April 2017 M. Beliau pulang ke hadirat kekasihnya Allooh SWT...

Dalam hari jelang wafatnya, beliau mendapat karomah dari Allooh SWT dimana dua hari 
sebelumnya (rabu) beliau dawuh, "aku matine sok jum'at utowo sabtu, tapi aku jaluk malem 
jum’at" dan benar beliau wafat malam Jum'at.kamis pagi semua anak suruh kumpul minta 
didandani (ganti sarung baju peci) lalu minta didudukkan dan berwasiat yg intinya "awakmu 
kabeh wes tak ngapuro tak ridhoi, aku yo ngapuronen,,, terus temen ngibadahe lan berjuange",,, ba'da dhuhur semua yg hadir suruh baca yaasin baca qur'an dan bahkan baca sholawat, sering sekali setiap selesai bacaan yasin dan entah atau "apa itu (beliau seperti berdo’a sesuatu)", beliau sering-sering menadahkan kedua tangan ke langit lalu mengusapkan ke wajah (ini persis seprti cerita jelang wafat Syekh Baha'uddin Annaqsyabandi dalam manaqibnya: 

 وفى النفس الأخر مدّ يديه ودعا ربّه ومسح وجهه حتى انتقل الى رحمة الله.
“pada nafas-nafas terakhirnya Syekh Bahauddin menadahkan kedua tangannya, berdo’a kapada Tuhannya, lalu mengusapkan ke wajahnya sampai menghadap ke hadirat Allooh SWT” ),,, ba'da isya' nafasnya semakin berat, lantunan tuntunan dzikir ismu dzat dan nafi isbat dengan kaifiyyah menurut Thoriqoh ini terus berniang, dan pas selesai di bacakan do'a penutup, lalu beliau dengan tenang "sowan" kepada kekasihnya Allooh SWT... 

Diantara Aklak-Aklak Beliau Antara Lain: 

1. Sangat sederhana sekali, baik segi makan/ pakaian/ tempat tinggal-fasilitas meskipun 
mampu untuk lebih dari itu. Sering beliau diberi hadiah semisal sarung, baju dll yang lalu dipakai sekali dua kali terus di sodaqohkan lagi kepada orang-orang sekitarnya. 

2. Semangat berjuang dan mengajinya sangat luar biasa, sehingga ketika penyakitnya 
sudah difonis berat/ parah sekalipun beliau tetap punya semangat sembuh yang kuat 
dengan satu alasan masih pengen ngaji sama santri, dan beliau pun tidak pernah 
mewakilkan kepada orang lain (termasuk putra-putranya) untuk menggantikan dalam 
memimpin kegiatan/ amaliyah selama beliau masih mampu, beliau juga akan memulai 
jadwal kegiatannya dengaan tidak peduli berapa jama’ah yang sudah berkumpul 
masih sedikit/ banyak... sehingga mungkin hasil dari istiqomah beliau dianugrahi suatu 
karomah Allooh yaitu banyak orang yang bertaubat dan atau masuk thoriqoh, termasuk diantaranya setelah didatangi/ bertemu beliau dalam mimpinya. 

3. Perhormatan kepada tamu yang luar biasa, setiap ada tamu beliau pasti meninggalkan 
semua kesibukannya, karena memang banyak sekali orang dari semua kalangan yang memohon berkah do’a kepada beliau.

4. Tegas sekaligus santun, sehingga sering santri kena ghodob bila malas-malasan 
berjama’ah dan atau melakukan kesalahan-kesalahan syar’i misalnya, dan santun karena 
tidak pernah membatasi pergaulan dengan siapapun, pejabat/ rakyat jelata dan bahkan 
kepada orang yang berkurangan mental sekalipun.
×
Berita Terbaru Update