-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

PW RMI NU Jawa Barat Adakan Halaqah Ulama dan Pengasuh Pesantren Membincang Pendidikan Karakter

Kamis, 16 Januari 2014 | Kamis, Januari 16, 2014 WIB | 0 Views Last Updated 2021-09-27T12:27:06Z
Memperkokoh Jatidiri Pesantren Dalam Membangun Peradaban Dan Karakter Bangsa; Upaya Penguatan Pendidikan Karakter di Pesantren Melalui Dakwah dan Implementasi Kurikulum 2013

Santri Ponpes Daarul Falah Ciloang - www.rmi-nu.or.id - RMI NU, Media Pesantren
Santri Berangkat Mengaji
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita disuguhkan fakta yang sangat memprihatinkan. Maraknya kekerasan yang “dibungkus” dengan baju agama tak pelak menjadikan agama dan pesantren “seakan” telah kehilangan ruhnya untuk memberikan kontribusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan kemanusiaan. 

Lebih jauh, akibat fakta ini, karakter bangsa Indonesia, kesucian agama dan harumnya pesantren telah kehilangan pesonanya sebagai salah satu pilar utama perubahan sosial (social change) yang lebih progresif dan positif. Atas nama agama (yang notabene berpusat di pesantren) pula kekerasan dijalankan dengan penuh kebencian. 

Atas persoalan utama yang dihadapi dunia dewasa ini, agama di samping telah kehilangan pesonanya juga harus ikut campur lebur dalam meredam aksi-aksi kekerasan. Agama dan penganutnya akhirnya kesulitan membaca, memetakan, dan memecahkan persoalan sesungguhnya yang dihadapi. Kemiskinan bertambah parah, kekuatan politik semakin kebablasan menjadikan agama sebagai kuda tunggangan kepentingan, kekuatan ekonomi lalu menjadikannya sebagai komoditas, melebarnya jurang kesenjangan antara kaum ‘punya’ dan ‘tidak punya’, dan seterusnya. 



Jakarta: tawuran antar pelajar (generasi muda), demontrasi anarkis (ormas, mahasiswa), dan berbagai bentuk brutalisme sosial lain senantiasa menjadi warna realitas kehidupan. Perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan, antar anak; pelajar dan gadis di bawah umur, adalah seakan menjadi ‘bumbu sosial’ metropolitan. Apa yang kurang dari mereka? Bukankah pendidikan di kota metropolitan telah semakin maju dan canggih? Bukankah sebagai pusat pemerintahan negara, di Jakarta berjubel tokoh, pemikir, pakar, ahli, akademisi pendidikan? Dan ada banyak orang bilang, begitulah situasi kerasnya kompetisi “hidup” metropolis. Ini tentu bukan sebuah tesis utuh. Ini hanya bangunan persepsi-persepsi sosial masyarakat dari berbagai daerah dan aneka disiplin. Namun, itu baru Jakarta. 

Bandung: praktik amoralitas dengan ‘bekal’ peradaban modern; maraknya geng motor, kriminalitas remaja, vandalisme, pelecehan seks antar pelajar, baik karena dorongan alat kontrasepsi atau tidak, tak luput juga mewarnai kehidupan sosial para pelajar. Bagi sedikit aktivis sosial, ini dikarenakan Bandung secara geografis sejuk, dingin, adem; mendukung ‘gairah’ tersendiri bagi pelajar. Tapi, bukankah di sini juga berderet Perguruan Tinggi Bonafit dan modern? Bahkan deretan pesantren dan kelembagaan keagamaan tersebar luas? Dan para tokoh agama kondang, akademisi keagamaan ternama, praktisi keilmuan Islam terkemuka, begerumun di Kota Kembang ini? Apa yang keliru? 

Hadirnya kurikulum 2013 sejatinya adalah untuk mengantarkan pendidikan mencapai tujuannya secara maksimal. Selain itu pula, kurikulum ini diharapkan mampu menjembatani peminimalisiran praktek-praktek amoral yang dilakukan para siswa. 

Pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekadar berurusan dengan proses pendidikan tunas muda yang sedang mengenyam masa pembentukan di dalam sekolah, melainkan juga bagi setiap individu di dalam lembaga pendidikan. Sebab pada dasarnya, untuk menjadi individu yang bertanggung jawab di dalam masyarakat, setiap individu harus mengembangkan berbagai macam potensi yang ada dalam dirinya, terutama mengokohkan moral yang akan menjadi panduan bagi peraksis mereka di dalam lembaga. 

Pesantren sebagai bagian integral dari institusi pendidikan berbasis masyarakat merupakan sebuah komunitas yang memiliki tata nilai tersendiri. Di samping itu, pesantren mampu menciptakan tata tertib yang unik, dan berbeda dari lembaga pendidikan yang lain. Peran sertanya sebagai lembaga pendidikan yang luas penyebarannya telah banyak memberikan saham dalam membentuk masyarakat Indonesia yang religius. 

Pesantren sebagai salah satu sub sistem Pendidikan Nasional yang indigenous Indonesia, mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan karakter santri. Hal itu dikarenakan: Pertama, adanya jiwa dan falsafah. Kedua, terwujudnya integralitas dalam jiwa, nilai, sistem dan standar operasional pelaksanaan. Ketiga, terciptanya tri pusat pendidikan yang terpadu. Keempat, totalitas pendidikan. 

Pesantren mempunyai jiwa dan falsafah yang ditanamkan kepada para santrinya. Jiwa dan falsafah inilah yang diharapkan akan menjamin kelangsungan sebuah lembaga pendidikan bahkan menjadi motor penggeraknya menuju kemajuan di era globalisasi. 

Transformasi nilai-nilai pendidikan pesantren yang berlangsung sepanjang tahun, melalui berbagai sarana (lisan, tulisan perbuatan dan kenyataan), telah mampu memadukan seluruh komponen pesantren dalam satu barisan. Sehingga tidak terjadi tarik-menarik kepentingan dan orientasi antara satu pihak dengan lainnya. Semuanya melandasi gerak langkahnya dengan bahasa keikhlasan, kesederhanaan, kesungguhan, perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai ridha Allah. 

Karakter pesantren yang demikian itu menjadikan pesantren dapat dipandang sebagai institusi yang efektif dalam pembangunan akhlak. Disinilah pesantren mengambil peran untuk menanggulangi persoalan-persoalan tersebut khususnya krisis moral yang sedang melanda. karena pendidikan pesantren merupakan pendidikan yang terkenal dengan pendidikan agama dan seharusnya mampu untuk mencetak generasi-generasi berkarakter yang sarat dengan nilai-nilai Islam. 

Dengan demikian pondok pesantren diharapkan mampu mencetak manusia muslim sebagai penyuluh atau pelopor pembangunan yang takwa, cakap, berbudi luhur untuk bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan dan keselamatan bangsa serta mampu menempatkan dirinya dalam mata rantai keseluruhan sistem pendidikan nasional, baik pendidikan formal maupun non formal dalam rangka membangun manusia seutuhnya. 

Dalam konteks kekinian, pesantren masih tetap relevan dan menjanjikan untuk menjadi garda depan dalam mengawal kelangsungan bangsa yang terancam oleh krisis moral, krisis identitas dan krisis kepribadian. Secara umum eksistensi pesantren memang sedikit agak ternodai akibat aksi-aksi terorisme oleh pelaku yang berasal dari beberapa pesantren. 

Di hadapan perubahan sosiokultur yang kian deras dan globalisasi masif, pesantren tetap tumbuh dan berkembang. Bahkan telah mendapat kepercayaan masyarakat dalam mendidik umat. Krisis-krisis moral yang kian mendera anak-anak bangsa yang ditunjukkan oleh tawuran, kenakalan remaja, narkoba dan lain-lain memunculkan pemahaman bahwa keberadaan pesantren menjadi alternatif pendidikan. Namun, sejalan dengan kepercayaan masyarakat, pesantren pun telah melakukan perubahan-perubahan yang perlu sehingga eksistensinya benar-benar dapat berkelanjutan. 

Dengan posisi ini, dunia pesantren tampil dengan teladan indah, dengan kontribusi nilai-nilai keteladanan dan dalam memproduksi anak-anak bangsa yang berkarakter. Merujuk ke ajaran Islam awal, jauh sebelum kewajiban salat, puasa, haji dan zakat diperintahkan oleh Allah, kesempurnaan akhlak adalah yang pertama diserukan. 

Kesempurnaan akhlak adalah tujuan utama agama ini diturunkan, diajarkan dan menjadi dasar utama nabi Muhammad SAW diutus. Ini menegaskan bahwa masyarakat tanpa akhlak, tanpa karakter dan tanpa standar moral berarti masyarakat itu menjadi tidak bermakna. Dalam semangat ajaran dasar Islam ini maka pesantren tentu harus menjadi agen yang pertama dalam membangun karakter bangsa dalam arti yang sesungguhnya. 

RABITHAH MA’AHID ISLAMIYAH (RMI), sebagai suatu lembaga yang memokuskan diri dalam bidang kajian, penelitian dan pengembangan ke pesantrenan serta revitalisasi tafaquh fii din, merasa terpanggil untuk berkontribusi dalam rangka memperkokoh jatidiri pesantren dalam membangun peradaban melalui pendidikan keagamaan yang menjadi karakter bangsa Indonesia, khususnya di Jawa Barat melalui “Halaqah Ulama dan Pimpinan Pondok Pesantren”.

Hari dan Tanggal

Acara dilaksanakan pada Jumat, 17 Januari 2014


Tempat: Hotel Lingga Jl. Soekarno Hatta Bandung
×
Berita Terbaru Update