-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

PP RMI NU Akan Selenggarakan Halaqah Pesantren Sebagai Pusat Pengkaderan Ulama

Kamis, 16 Januari 2014 | Kamis, Januari 16, 2014 WIB | 0 Views Last Updated 2021-09-27T12:27:06Z
PP RMI NU Akan Selenggarakan Halaqah Pesantren Sebagai Pusat Pengkaderan Ulama
Santr Mengaji
LATAR BELAKANG
Pesantren adalah satu-satunya institusi pendidikan yang selama ini berhasil mencetak ulama. Sebagai lembaga pendidikan keagamaan khas Indonesia, pesantren sudah banyak melahirkan ulama yang memiliki penguasaan yang mendalam terhadap khazanah keislaman klasik. Tentu saja tidak semua santri kemudian menjadi ulama. Meski belum  ada penelitian yang secara khusus melihat berapa persen dari seluruh jumlah santri yang berhasil dicetak dan menjadi ulama, namun hampir bisa dipastikan, sebagian diantara yang menjadi ulama adalah santri lulusan pesantren salaf yang memang konsisten melakukan pengkaderan ulama secara intensif.
Dewasa ini, posisi pesantren sebagai lembaga pengkaderan ulama mulai dipertanyakan. Ini terutama karena mutu lulusan pesantren secara umum tidak lagi sepenuhnya bisa mencerminkan keulamaan, termasuk dari segi keilmuan. Hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama tahun 2011 menunjukkan bahwa kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren jauh lebih rendah dibanding tahun 80-an ke belakang, baik kategori Salafiyah (pesantren tradisional yang hanya mengajarkan kitab kuning), Ashriyah (pesantren modern) maupun kombinasi (pesantren modern tapi masih mengajarkan kitab kuning secara intensif). Dari 989 pesantren yang disurvey secara acak di seluruh Indonesia, lebih dari 60% diantaranya hanya mengajarkan kitab-kitab dalam level menengah, baik kategori fiqh, tauhid, akidah, tafsir, hadits maupun tasawuf. Hasil penelitian ini bahkan menunjukkan bahwa banyak kitab-kitab tingkat tinggi yang dulu dikaji secara intensif di pesantren kini tidak lagi dikaji.
Sampai tingkat tertentu, sebagian besar pesantren, kecuali pesantren-pesantren salaf, pendidikan formal lebih diutamakan ketimbang pendalaman kitab kuning. Yang sangat menyedihkan dari kecenderungan ini adalah bahwa kurikulum mata pelajaran agama di madrasah dan sekolah-sekolah umum di sebagian pesantren justeru mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh Kementerian Agama. Padahal, sebagai lembaga yang secara khusus mengkaji khazanah keislaman, pesantren mestinya mempunyai kurikulum sendiri yang terkait dengan mata pelajaran agama.
Akibatnya, perhatian terhadap pendalaman kitab kuning kian terabaikan. Pesantren salaf yang secara konsisten mempelajari dan mendalami khazanah keislaman klasik semakin kecil jumlahnya. Akibatnya, ulama yang betul-betul menguasai khazanah keislaman klasik semakin berkurang. Bukan semata-mata karena ulama besar banyak yang meninggal dunia, tetapi juga karena mata rantai pengkaderan ulama nyaris terputus dengan terabaikannya pola pesantren salaf.

Ironisnya, hingga kini nyaris tidak ada upaya serius, sistematis dan terstruktur untuk “menyelamatkan”  keberlangsungan mata rantai pendalaman kitab kuning di pesantren. Baik pemerintah, ormas Islam maupun pesantren sendiri seolah-olah tidak menganggap kelangkaan ulama sebagai masalah serius. Bahkan, masyarakat muslim secara keseluruhan juga tidak menunjukkan kegelisahan yang signifikan terhadap masalah kelangkaan ulama. Pada akhirnya pesantren salaf sebagai lembaga yang secara konsisten menyelenggarakan “pengkaderan ulama” menjadi satu-satunya tumpuan. Namun, seiring berjalannya waktu dan tantangan yang kian kompleks, keberadaan pesantren salaf yang terus berkurang jumlahnya sejak satu dekade terakhir ini ibarat ibarat pepatah “Hidup enggan mati tak mau”, karena animo masyarakat untuk memasukkan anaknya ke pesantren semakin berkurang.

--- 
I.               WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan ini akan diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal       : Selasa – Jumat, 21 – 24 Desember 2013
Tempat                                : PP Nurut  Taqwa, Grujugan, Cermee, Bondowoso, Jawa Timur
×
Berita Terbaru Update