![]() |
Ilustrasi |
Artikel Asli "SINYAL KUNING PENDIDIKAN DASAR ( BAGIAN SATU)
Oleh : Mohammad Hasyim
Lazimnya mobil masa kini yang telah dibekali dengan indikator engine check. Sebuah panel instrumen berupa gambar bongkahan mesin. Pada durasi tertentu pemakaian mobil, panel itu akan menyala dengan tampilan warna kuning. Tidak untuk diabaikan, tetapi menjadi sinyal bagi pemilik agar berhati-hati. Belum sampai pada tingkat membahayakan memang, atau membuat mesin mobil jadi mati mendandak. Warna ini (kuning) sekedar memberi sinyal, bahwa telah terjadi gangguan atau kerusakan pada salah satu instrumen mesin sehingga tidak berfungsi, eror atau juga karena sebab-sebab lainya, dan mendorong agar pemilik atau pengemudi segera mengambil langkah-langkah perbaikan.
Lalu apa hubunganya dengan pendidikan dasar ? Analog dengan sinyal kuning pada engine check sebuah mobil, kondidi pendidikan dasar kita hari ini sedang dan telah menampilkan warna kuning. Pada pendidikan dasar kita (baca SDN) telah terjadi malfungsi pada sebagaian komponen sistemnya atau bahkan “eror”. Belum sampai pada tingkat membahayakan, misalnya menjadikan sebuah SD berhenti beroprasi, dan meniadakan layanan pendidikanya dan/atau pembelajaran , misalnya. Bisa jadi juga situasi ini kondisional dan kasuistik. Terjadi disatu daerah, tetapi tidak di daerah yang lain.
Salah satu alarm bahaya pendidikan dasar kita adalah besarnya jumlah Kepala Sekolah ( baca : SDN) yang hanya berstatus sebagai PLT alias pelaksana tugas. Dari hasil tanjau lapang di sejumlah SD N dua bulan terahir didapati fakta yang sngat mengagetkan. Benar adanya bahwa sebagian kecil SDN saja yang dipimpin kepala sekolah definitif. Temuan faktual ini konssiten dengan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi bahwa dari 766 lembaga (SDN), hanya 111 SDN dipimpin Kepala sekolah deffinitif, sedang sisanya 655 dipimpin kepala sekolah berstatus sebagai PLT.
Status ini (PLT) nyata-nyata akan membatasi gerak langkah Kepala Sekolah. Kepala Sekolah tidak akan bisa bebas menjalankan tugas-tugas Kepala Sekolah secara penuh, apalagi jika harus mengeksekusi program-program vital dan strategis, penandatangan operasionalisasi penggunaan dana BOS, penandatangan ijazah siswa misalnya.
Tugas-tugas manajerial juga akan terkendala dengan hanya status PLT kepala sekolah. Tugas-tugas turunan dari Kementrian seperti penyususnan kurikulum oprasional rekomendasi kementrian,keikusertaan sekolah pada program sekolah dan guru penggerak, misalnya, adalah deretan tugas-tugas penting yang tentunya memerlukan campur tangan kepala sekolah yang legitimate. Wawancara dengan beberapa Kepala Sekolah PLT, rata-rata mereka ragu, gamnang mengambil dan mengeksekusi program-program penting karena takut salah, sementara mereka hanya sekedar sebagai Kepala sekolah PLT dengan kewenangan yang terbatas. Sekedar melaksanakan tugas-tugas operasional yang rutin dan memastikan serta menjamin bahwa pemebelajaran masih berlangsung di sekolah itu.
Tentu, keadaan yang sudah “darurat” ini harus segera diatasi, agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar lagi , apalagi jika sampai terganggunya layanan pendidikan yang paling dasar, yakni pembelajaran. Pihak-pihak berkepentingan penggenggam kebijakan harus segera mengambil langkah cepat dengan misalnya, menggelar diklat calon kepala sekolah mandiri meski harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, dengan tetap menggandeng lembaga-lembaga kompeten seperi Lemabag Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah dan Pengawas (LPPKS-PS) misalnya. Besarnya biaya penyelenggaraan diklat calaon kepala sekolah tentu tidak akan pernah bisa digantikan dengan erornya sistem pendidikan dasar kita ! Allohu A’lam.
![]() |
Mohammad Hasyim, Pengurus Dewan Pendidikan Kab. Banyuwangi,mengajar di IAII Ibrahimy Genteng Banyuwangi. |