-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

BIOGRAFI KH. YAHYA CHOLIL STAQUF , Masa Kecil di Tanah Kelahiran

Minggu, 26 Desember 2021 | Minggu, Desember 26, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-12-25T17:33:48Z

Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 1 Gus Yahya Ketika Masih Kecil

KH. YAHYA Cholil Staquf atau yang lebih akrab disapa Gus Yahya lahir di Rembang pada 16 Februari 1966. Rembang adalah sebuah kabupaten yang terletak di bagian ujung timur laut Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini dilalui jalan pantai utara Pulau Jawa yang lebih dikenal dengan singkatan Jalur Pantura. 


Pada masa kelahirannya Leteh masih sebuah kawasan kecil di sudut Rembang. Pada 1960an Rembang belum sepadat sekarang. Saat itu pusat kegiatan perekonomian masih di Lasem. Sebagai anak kecil Gus Yahya merasa masih sangat bebas untuk berkeliaran dan menjadi anak yang liar. 


Ia suka menginap di rumah temannya dan orang tuanya tak mengkhawatirkan keberadaan dirinya jika terlambat pulang. Kondisi saat ini sudah jauh berbeda. Leteh tumbuh menjadi pusat perekonomian dan perpolitikan lokal di Rembang. Berbeda dengan era masa kecilnya yang bebas lalu lalang menyeberangi jalan, Gus Yahya sebagai orang tua sudah tidak berani membiarkan anak-anaknya menyeberang sendirian di Jalur Pantura. Rembang dikenal sebagai salah satu pusat kajian Islam tradisional terkemuka di Jawa. 


Daerah ini memiliki 4 Biografi KH. Yahya Cholil Staquf banyak pesantren yang tersebar di tiga daerah utama: Leteh, Lasem, dan Sarang. Pesantren-pesantren di tiga daerah ini saling terkait dan memiliki hubungan jaringan kultural yang erat. 


Di antara tiga daerah ini, Lasem adalah yang paling besar dan paling awal menjadi pusat kajian Islam di samping dikenal sebagai pusat kegiatan politik zaman Hindia Belanda dan terdapat komunitas pecinan yang cukup besar. 


Menurut cerita turun-temurun dalam masyarakat Rembang, di Lasem pernah kedatangan seorang ulama besar bernama Sayid Abdurrahman Basyaiban atau dikenal dengan Mbah Sambu. Nama ini belakangan diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Kabupaten Rembang. Tokoh ini dikenal sebagai ulama yang meletakkan fondasi bagi kuatnya kajian Islam di sana.


Salah satu pesantren yang terkenal dari Lasem adalah Pondok Pesantren Al Hidayat yang didirikan oleh KH. Ma’shum yang merupakan ayah dari KH. Ali Ma’shum di Krapyak. Kiai Ali pindah dari Lasem ke Yogyakarta untuk melanjutkan kepemimpinan mertuanya, KH. Munawwir, di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, di mana hampir semua keluarga besar Gus Yahya, mulai dari ayahnya dan paman-pamannya hingga dirinya sendiri, pernah mondok. Lasem dikenal banyak melahirkan ulama-ulama besar seperti KH. Baidhowi, KH. Khalil, KH. Masduki dan seterusnya. Banyaknya pesantren di Lasem membuat daerah ini dijuluki sebagai Kota Santri.


Sarang adalah salah satu kawasan di Rembang yang dikenal memiliki banyak pesantren. Sarang adalah yang mendekati perbatasan dengan Jawa Timur. Pesantren yang dikenal luas dari daerah ini saat ini adalah Pesantren Al Anwar yang didirikan oleh KH. Maimoen Zubair. 


Selain itu juga terdapat Pondok Pesantren Ma’hadu ‘Ulum Asy-Syar’iyyah (MUS) yang didirikan oleh KH. Ahmad Syu’aib dan menantunya, KH. Zubair Dahlan (ayahnya KH. Maimoen Zubair). Selain itu, buyutnya Gus Yahya, Biografi KH. Yahya Cholil Staquf 6 KH. Kholil Kasingan, juga berasal dari daerah ini dan mendirikan Pesantren Kasingan yang bubar pada masa kependudukan Jepang. 


Kakeknya Gus Yahya, Kiai Bisri, adalah santrinya Kiai Kholil di Sarang yang kemudian menjadi menantunya. Para ulama-ulama besar di Sarang memiliki silsilah dengan ulama-ulama Madura. Apabila ditelusuri ke atas, Gus Yahya dan Kiai Maimoen masih memiliki hubungan kekerabatan yang berasal dari Madura.


Selain Lasem dan Sarang, daerah yang dikenal dengan pesantrennya di Rembang adalah Leteh. Daerah ini termasuk baru dalam tradisi kajian Islam dibandingkan dengan Lasem dan Sarang. Di antara pesantren yang di kenal luas berasal dari daerah ini adalah Pesantren Raudlatut Thalibin dan saat ini menjadi pesantren paling terkemuka di Rembang. 


Pesantren ini didirikan oleh KH. Bisri Mustofa, kakeknya Gus Yahya, setelah hijrah dari Sarang ke Leteh. Leteh melahirkan banyak ulama dan Masa Kecil di Tanah Kelahiran 7 sebagian besar berasal dari keluarga Gus Yahya seperti ayahnya sendiri, KH. Muhammad Cholil Bisri, yang pertama kali melanjutkan kepemimpinan KH. Bisfri Mustofa di Pesantren Raudlatut Thalibin. Selain itu, ada KH. Ahmad Bisri Mustofa, pamannya sendiri yang melanjutkan kepemimpinan di pesantren tersebut setelah Kiai Cholil wafat pada 2004.


Sejak kecil Gus Yahya sudah terpapar dunia pesantren. Kehidupan santri sudah menjadi pemandangan kesehariannya. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di dalam lingkungan pesantren ketimbang bermain dengan teman-temannya sesama siswa di sekolah. Sembari mengikuti kebiasaan para santri yang sehari-hari belajar ilmu agama yang ketat, Gus Yahya juga melanjutkan pendidikan di sekolah umum, yaitu di sekolah dasar negeri yang tidak jauh dari kediamannya.


Menginjak tahun kedua di sekolah umum, Gus Yahya juga secara formal mendaftarkan diri pada Madrasah Diniyah yang merupakan bagian dari Pondok Pesantren (PP) Raudlatut Thalibin. Ini dilakukannya atas inisiatif dirinya sendiri karena sadar bahwa dunia pesantren akan menjadi dunianya di masa depan. Sejak kecil Gus Yahya sudah memiliki kesadaran bahwa nyantri di pesantren adalah bagian yang harus dipenuhi untuk menekuni dunia tersebut. Sepulang dari sekolah umum, Gus Yahya banyak menghabiskan waktu belajar ilmu-ilmu yang diajarkan di pesantren dengan para santri senior, ayah, paman, dan kakeknya sendiri. Jadi, paginya Gus Yahya menghabiskan waktu di sekolah dasar dan sorenya di pesantren.


Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin adalah salah satu pesantren terkemuka di Rembang yang terletak di Leteh dan didirikan oleh kakeknya sendiri KH. Bisri Mustofa, seorang ulama besar dan penerjemah pertama Alqur’an dalam Bahasa Jawa. 


Pembelajaran di sekolah dasar memerlukan waktu enam tahun sementara pembelajaran di Madrasah Diniyah membutuhkan waktu setahun lebih lama. Karena harus menamatkan Madrasah Diniyah yang waktunya lebih lama dari sekolah dasar dan Gus Yahya mendaftarkan diri ke Madrasah Diniyah ketika memasuki tahun kedua di sekolah dasar, Gus Yahya memilih melanjutkan pendidikan lanjutannya tetap di kampung halamannya, yaitu di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Rembang, sekolah umum terbaik di sana untuk jenjangnya pada saat itu. Ketika menjalani masa kecil di Rembang, Gus Yahya kerap diajak oleh dua orang pamannya: 


Kiai Adib Bisri dan Kiai Labib untuk “menyantri kilat” di Krapyak, Yogyakarta, saat masa libur sekolah datang. Ketika itu, pamanya masih mondok di sana. Pengalaman ini membuat dirinya mengenal lebih awal pesantren tersebut dan sosok KH. Ali Maksum –ulama besar yang karismatik dan sangat dihormati oleh warga Nahdliyin. Kelak, pesantren inilah yang menjadi tempat Gus Yahya melanjutkan studinya sembari belajar di sekolah umum yang ada di Yogyakarta sampai pada jenjang perguruan tinggi.


BERSAMBUNG.........


×
Berita Terbaru Update