-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

KAMPUNGKU ADALAH RUMAHKU

Sabtu, 27 April 2019 | Sabtu, April 27, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2021-10-15T04:20:35Z
Tentang Nelayan Dipesisi Selatan Banyuwangi. Catatan Advokasi Defit Ismail Ditulis Berdasarkan Penuturan Warga.


Gambar diambil saat air laut besar dan angin kencang

Ratusan perahu segala bentuk mulai dari kecil hingga besar berjejer dan terombang-ambing di pantai pancer. pantai yang dikelilingi gugusan gunung-gunung yang menjadi tetenger (patokan) nelayan saat melaut.


Dalam bayangan Pak Ahmad (52) ketika masa remajanya ditahun 1981 dia singgah dikampung pancer untuk menggantungkan hidupnya.

Pak Ahmad memilih kampung pancer karena kekayaan lautnya cukup melimpah sedangkan keahlian Pak Ahmad hanya menangkap ikan.

Dahulu kala pantai di ujung selatan Banyuwangi ini, aktivitas nelayan dan para pedagang cukup ramai, bahkan sehabis subuh sudah hilir mudik nelayan yang memanggul ikan, mobil-mobil angkutan yang selalu memuat ikan, serta para saudagar ikan dan ibu-ibu yang menunggu suaminya sembari mengajak anaknya bermain.


Ingatan Pak Ahmad hanya akan menjadi kenangan di masa mudanya sekaligus pesaksian kejayaan kampung yang kaya sumber lautnya. Pak Ahmad memilih bertahan karena disini (pancer) dia mencari makan walau ikan tak melimpah seperti dulu, cuaca tak sebagus dulu, serta lingkungan yang tak seramah dulu.

Menurut Pak Ahmad bertahan dikampung pancer ini adalah keharusan dari ketiadaan pilihan. Walau tsunami sempat menerjang kampungnya pada tahun 1994 hingga merobohkan rumah dan menelan banyak korban. Kami langsung berbenah dan kembali menata kampung hingga peristiwa kelam (tsunami) dibuatkan tugu oleh warga untuk mengenang keluarga dan menjadi petanda agar kampung ini dijaga.

Kampung berubah dengan cepat paska tambang yang dikelola oleh PT. Bumi Suksesindo (BSI) mulai mengambil gunung mereka, serta pembangunan dermaga di pantai yang dirasa oleh Pak Ahmad kurang tepat lantaran tanpa urun rembuk dengan nelayan sekitar.


Gunung-gunung yang membentengi perkampungan mereka dari angin baik barat, selatan, dan utara seperti cangkan pelindung alami sudah di kapling oleh perusahaan tambang emas sejenis PT. BSI seperti PT. Damai Suksesindo (DSI), PT. Cinta Sukseindo (CSI), dan PT. Peta Bumi Suksesindo PBSI yang kesemuanya berinduk pada PT. Merdeka Cooper gold yang di miliki oleh para oligarki yang terafiliasi di pesta demokrasi Republik Indonesia saat ini.

Pak Ahmad tetap melawan. Dia ikhlas masa tuanya dihabiskan menolak pertambangan walau dia tahu negara melalui pemerintah sebagai pelindungnya telah ditunggangi dan dirampas, hingga kebijakannya mencekik para warga sekitar.

Tekad Pak Ahmad seperti gunung-gunung yang membentang sekitar pancer. Selama mereka masih mengelilingi kampung kami dengan kokoh untuk menjaga dari badai dan tsunami, kami juga akan terus melawan untuk merawat dan mempertahankan gunung agar tetap kokoh.

Tindakan protes warga tak terhitung sudah berapa kali. meraka menyampaikan aspirasinya mulai dari level desa hingga nasional tetap saja para oligarki menguasai negara mereka hingga level desa. Warga-pun beberapa memilih pasrah dan disambut oleh perusahaan untuk memecah belah dengan bujuk rayu Corporat Social Responsibility (CSR), penerimaan tenaga kerja, aparatur yang represif, hingga pemberian status dilarang mengganggu perusahaan oleh negara (obvitnas). Kampung Pak Ahmad akhirnya tak seramah dulu.


Sekitar 2 tahunan ini pak Mad (52 thn) yang berprofesi sebagai nelayan mulai tidak nyaman dengan arah pembangunan dermaga yang dia anggap keliru sehingga saat ombak besar dan angin kencang membuat kapal-kapal nelayan enggan bersandar. Bahkan sudah 2 kapal nelayan yang tenggelam.

Tiada pilihan lain kapal-kapal nelayan akhirnya harus melepas janggar yang jaraknya jauh dari dasar pantai serta memakai kapal kecil untuk alat bantu mengangkut ikan juga awak kapal. karena dermaga yang berlawanan dengan ombak menciptakan arus yang berlawanan.

Habislah nelayan diserang dari segala penjuru. sudah hasil tangkap ikan yang tiap tahun menurun juga biaya melaut yang kian tinggi tetapi Pak Ahmad harus tetap bekerja walau selalu termegap-megap demi mempertahankan hidupnya beserta keluarga.
×
Berita Terbaru Update