Posisi imam pada shalat jenazah itu berbeda-beda, tergantung jenis kelamin jenazah. Jika jenazah berjenis kelamin laki-laki, maka posisi imam berdiri tepat di kepalanya, jikajenazah berjenis kelamin perempuan, maka posisi imam berdiri tepat di pinggangnya.
عَنْ أَبِى غَالِبٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَلَى جَنَازَةِ رَجُلٍ فَقَامَ حِيَالَ رَأْسِهِ ثُمَّ جَاءُوا بِجَنَازَةِ امْرَأَةٍ مِنْ قُرَيْشٍ فَقَالُوا يَا أَبَا حَمْزَةَ صَلِّ عَلَيْهَا. فَقَامَ حِيَالَ وَسَطِ السَّرِيرِ. فَقَالَ لَهُ الْعَلاَءُ بْنُ زِيَادٍ هَكَذَا رَأَيْتَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَامَ عَلَى الْجَنَازَةِ مُقَامَكَ مِنْهَا وَمِنَ الرَّجُلِ مُقَامَكَ مِنْهُ قَالَ نَعَمْ. فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ احْفَظُوا. (سنن الترمذي - ج 3 / ص 352)
”Abu Ghalib berkata: Saya salat janazah laki-laki bersama Anas bin Malik, kemudian ia berdiri lurus dengan kepala mayit. Lalu mereka mendatangkan janazah wanita dari Quraisy, mereka berkata: Wahai Abu Hamzah (kunyah / nama sebutan Anas), salatkanlah janazah wanita ini! Kemudian Anas berdiri lurus di tengah-tengah tempat janazah. Ala’ bin Ziyad bertanya: Seperti inikah engkau melihat Rasulullah Saw berdiri di depan janazah sebagaimana kamu berdiri di depan janazah laki-laki dan perempuan? Anas menjawab: Ya. Selesai shalat Anas berkata: Jagalah oleh kalian” (HR Turmudzi, ia berkata hadis ini hasan. Asy-Syaukani berkata: Perawi sanadnya terpercaya)
Untuk posisi janazah wanita dijelaskan dalam hadis-hadis sahih:
عَن سَمُرَة بْن جُنْدُبٍ – رضى الله عنه – قَالَ صَلَّيْتُ وَرَاءَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِى نِفَاسِهَا فَقَامَ عَلَيْهَا وَسَطَهَا (البخارى 1332)
”Samurah bin Jundub berkata: Saya salat di belakang Rasulullah Saw terhadap janazah wanita yang meninggal saat nifasnya, kemudian Rasulullah berdiri di tengah-tengahnya” (HR al-Bukhari 1332 dan Muslim 2281).
Karenanya Sayyed Abdurrahman Ba’Alawi berkata : “Sunnah berdiri di sisi kepala laki-laki dan pinggul perempuan, meskipun mayat dalam keadaan tertutup atau dalam kubur.”. Imam al-Nawawi- pun berkata seperti itu juga : “Imam atau orang yang shalat sendiri berdiri di sisi kepala jenazah laki-laki dan di sisi pinggul jenazah perempuan.”
2. Posisi Kepala Mayit saat di Sholati
Pada hadits yang disebutkan di atas tidak dijelaskan apakah posisi kepala jenazah berada di sisi kanan imam (sisi utara imam menurut orang Indonesia) ataukah di sisi kiri imam (sisi selatan imam menurut orang Indonesia). Maka dari sinilah muncul perbedaan pandangan para ulama.
Menurut pendapat Syafiiyyah ;
Al-Allamah Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah, ulama bermadzab Syafii yang wafat tahun 974 H. menuqil:
ﻭَﻓِﻲ ﻫَﺎﻣِﺶِ ﺍﻟْﻤُﻐْﻨِﻲ ﻟِﺼَﺎﺣِﺒِﻪِ ﻭَﺍﻟْﺄَﻭْﻟَﻰ ﻛَﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺴَّﻤْﻬُﻮﺩِﻱُّ ﻓِﻲ ﺣَﻮَﺍﺷِﻲ ﺍﻟﺮَّﻭْﺿَﺔِ ﺟَﻌْﻞُ ﺭَﺃْﺱِ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮِ ﻋَﻦْ ﻳَﺴَﺎﺭِ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡِ ﻟِﻴَﻜُﻮﻥَ ﻣُﻌْﻈَﻤُﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻳَﻤِﻴﻦِ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡِ ﺍ ﻫـ
“Dan di dalam catatan kaki Al-Mughni (Mughnil Muhtaj karya asy-Syarbini), bahwa yang lebih utama sebagaimana pendapat as-Samhudi dalam Hasyiyah Ar-Raudlah (Raudlatut Thalibin karya an-Nawawi) adalah menjadikan kepala mayit laki-laki di sebelah kiri imam agar sebagian besar tubuhnya berada di sisi kanan imam.” (Tuhfatul Muhtaj Syarh Minhajith Thalibin: 11/186).
ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺒُﺠَﻴْﺮِّمىِ ﻣَﺎ ﻧَﺼُّﻪُ ﻭَﻳُﻮﺿَﻊُ ﺭَﺃْﺱُ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮِ ﻟِﺠِﻬَﺔِ ﻳَﺴَﺎﺭِ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡِ ﻭَﻳَﻜُﻮﻥُ ﻏَﺎﻟِﺒُﻪُ ﻟِﺠِﻬَﺔِ ﻳَﻤِﻴﻨِﻪِ ﺧِﻠَﺎﻓًﺎ ﻟِﻤَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻋَﻤَﻞُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺍﻟْﺂﻥَ ﻭَﻳَﻜُﻮﻥُ ﺭَﺃْﺱُ ﺍﻟْﺄُﻧْﺜَﻰ ﻭَﺍﻟْﺨُﻨْثىَ ﻟِﺠِﻬَﺔِ ﻳَﻤِﻴﻨِﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﻋَﺎﺩَﺓِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺍﻟْﺂﻥَ ﻉ ﺵ. ﻭَﺍﻟْﺤَﺎصل ﺃَﻧَّﻪُ ﻳُﺠْﻌَﻞُ ﻣُﻌْﻈَﻢُ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻋَﻦْ ﻳَﻤِﻴﻦِ ﺍﻟْﻤُﺼَلى ﻓَﺤِﻴﻨَﺌِﺬٍ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﺭَﺃْﺱُ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮِ ﺟِﻬَﺔَ ﻳَﺴَﺎﺭِ ﺍﻟْﻤُﺼَلى ﻭَﺍﻟْﺄُﻧْثىَ ﺑِﺎﻟْﻌَﻜْﺲِ ﺇﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳﻒِ ﺃَﻣَّﺎ ﺇﺫَﺍ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫُﻨَﺎﻙَ ﻓَﺎﻟْﺄَﻓْضلَ ﺟَﻌْﻞُ ﺭَﺃْﺳِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻴَﺴَﺎﺭِ ﻛَﺮَﺃْﺱِ ﺍﻟﺬَّﻛَﺮِ ﻟِﻴَﻜُﻮﻥَ ﺭَﺃْﺳُﻬَﺎ ﺟِﻬَﺔَ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳﻒِ ﺳُﻠُﻮﻛًﺎ ﻟِﻠْﺄَﺩَﺏِ ﻛَﻤَﺎ ﻗَﺎﻟَﻪُ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟْمحققين ﺍ ﻫـ .
Dalam kitab al-Bujairomi terdapat keterangan yang redaksinya “Dan kepala mayat laki-laki diletakkan disebelah kirinya imam shalat janazah, sebagian besar anggauta tubuh mayat diletakkan sebelah kanannya berbeda dengan kebiasaan shalat janazah yang terjadi sekarang ini. Sedang kepala mayat wanita serta khuntsa (orang berkelamin ganda) diletakkan disebelah kanan imam. Kesimpulannya, “Sesungguhnya sebagian besar anggota mayat saat dishlalatkan berada disebelah kanan orang yang menshalatinya, maka kepala mayat laki-laki berada disebelah kirinya orang yang shalat janazah sedang wanita kebalikann ya, hal yang demikian bila tidak berada pada kuburan yang mulia sedang bila disana maka sebaiknya meletakkan kepala mayat wanita disebelah kiri orang yang menshalatinya seperti mayat lelaki agar kepalanya kearah kuburan yang mulia demi menjaga sopan santun seperti keterangan yang disampaikan sebagian ulama yang muhaqqiqiin”. (Tuhfah al-Muhtaaj XI/181).
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﺎﺳﻮﺩﺍﻥ ﺍﻟﺤﻀﺮﻣﻲ : ﻟﻜﻨﻪ ﻣﺠﺮﺩ ﺑﺤﺚ . ﻭﺃﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﻭﻓﻌﻞ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﻭﺻﻠﺤﺎﺀ ﻓﻲ ﺟﻬﺘﻨﺎ ﺣﻀﺮﻣﻮﺕ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﺟﻌﻞ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﺬﻛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻋﻦ ﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﺃﻳﻀﺎ . ﻭﺍﻟﻤﻌﻮﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﻨﺺ ﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﻣﻦ ﻣﺮﺟﺢ ﻻ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭﺍﻷﺧﺬ، ﻭ ﺇﻻ ﻓﻤﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﻫﻨﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏ ﺇﻫـ ﻣﻦ ﻓﺘﺎﻭﻳﻪ ﺇﻫـ
Syekh Abdullah Basaudan Al Hadlramy[1]yang diikuti As Syekh Isma’il ‘Utsman Az Zayn Al Yamany (seorang ulama syafi’iyah asal yaman) dengan argumentasi sholat Rosulullah terhadap janazah (laki-laki dan perempuan) yang sudah dikuburkan- lebih cenderung berpendapat tidak membedakan posisi kepala janazah ketika disholati yaitu pada arah kanan imam atau munfarid (arah utara untuk konteks Indonesia), baik janazah laki-laki maupun janazah perempuan atau banci. Fath al-‘Alaam III/172.
Pendapat ini berdasar kepada apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW saat mensholati mayat yang sudah dikuburkan.
وَقَدْ أَخْبَرَنَا أَبُو صَالِحِ بْنُ أَبِى طَاهِرٍ الْعَنْبَرِىُّ أَخْبَرَنَا جَدِّى يَحْيَى بْنُ مَنْصُورٍ الْقَاضِى حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّىُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاوِيَةَ الْجُمَحِىُّ قَالاَ أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِىُّ عَنْ أَبِى رَافِعٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ : أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ فَمَاتَتْ فَفَقَدَهَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَأَلَ عَنْهَا بَعْدَ أَيَّامٍ فَقِيلَ لَهُ : إِنَّهَا مَاتَتْ فَقَالَ :« هَلاَّ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِى ». فَأَتَى قَبْرَهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا
Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. tentang kisah seorang perempuan yang sering menyapu masjid. Nabi SAW lalu bertanya tentang keberadaan perempuan tersebut. Orang-orang pun menjawab, “Dia telah meninggal!” Beliaupun bersabda, “Kenapa kalian tidak memberi kabar kepadaku? (Seolah-olah mereka menganggap remeh urusan perempuan tersebut). Tunjukkanlah kuburannya padaku!” Beliau kemudian mendatangi kuburan perempuan itu kemudian menshalatinya.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Menurut Pendapat Malikiyah ;
ﻭﻭﻗﻮﻑ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻭﺍﻟﻤﻨﻔﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﻭﺳﻂ ﺍﻟﺮﺟﻞ، ﻭﻋﻨﺪ ﻣﻨﻜﺒﻲ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ، ﻭﻳﻜﻮﻥ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻋﻦ ﻳﻤﻴﻨﻪ، ﺭﺟﻼً ﻛﺎﻥ ﺃﻭ ﺍﻣﺮﺃﺓ، ﺇﻻ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻭﺿﺔ ﺍﻟﺸﺮﻳﻔﺔ، ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻦ ﻳﺴﺎﺭﻩ ﻟﻴﻜﻮﻥ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻘﺒﺮ ﺍﻟﺸﺮﻳﻒ؛ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻤﺄﻣﻮﻡ ﻓﻴﻘﻒ ﺧﻠﻒ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻛﻤﺎ ﻳﻘﻒ ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ . ( ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ : 1/475)
Imam dan munfarid berdiri di tengah mayit lelaki dan pundak perempuan. Posisi kepala mayit di arah kanan imam, baik laki-laki atau perempuan, kecuali di Raudlah yang mulia. Jika disana, maka kepala mayit berada di arah kiri imam, agar lurus ke arah maqam Rasul yang mulia. Adapun makmum, maka ia berdiri di belakang imam seperti berdiri pada shalat-shalat yang lain. (Al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah; 1/475.
Menurut pendapat Hanafiyah
Menurut al-Allamah Ibnu Abidin rahimahullah, ulama bermadzab Hanafi yang wafat tahun 1252 H. Beliau menyatakan:
( ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﻭَﺻَﺤَّﺖْ ﻟَﻮْ ﻭَﺿَﻌُﻮﺍ ﺇﻟَﺦْ ) ﻛَﺬَﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺪَﺍﺋِﻊِ ، ﻭَﻓَﺴَّﺮَﻩُ ﻓِﻲ ﺷَﺮْﺡِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻴَﺔِ ﻣَﻌْﺰِﻳًّﺎ ﻟِﻠﺘَّﺘَﺎﺭْﺧَﺎﻧِﻴَّﺔِ ﺑِﺄَﻥْ ﻭَﺿَﻌُﻮﺍ ﺭَﺃْﺳَﻪُ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﻠِﻲ ﻳَﺴَﺎﺭَ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡِ ﺍ ﻫـ ﻓَﺄَﻓَﺎﺩَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔَ ﻭَﺿْﻊُ ﺭَﺃْﺳِﻪِ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﻠِﻲ ﻳَﻤِﻴﻦَ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡِ ﻛَﻤَﺎ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑُ ﺍﻟْﺂﻥَ ، ﻭَﻟِﻬَﺬَﺍ ﻋَﻠَّﻞَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺪَﺍﺋِﻊِ ﻟِﻠْﺈِﺳَﺎﺀَﺓِ ﺑِﻘَﻮْﻟِﻪِ ﻟِﺘَﻐْﻴِﻴﺮِﻫِﻢْ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔَ ﺍﻟْﻤُﺘَﻮَﺍﺭَﺛَﺔَ
( ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﻭَﺻَﺤَّﺖْ ﻟَﻮْ ﻭَﺿَﻌُﻮﺍ ﺇﻟَﺦْ ) ﻛَﺬَﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺪَﺍﺋِﻊِ ، ﻭَﻓَﺴَّﺮَﻩُ ﻓِﻲ ﺷَﺮْﺡِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻴَﺔِ ﻣَﻌْﺰِﻳًّﺎ ﻟِﻠﺘَّﺘَﺎﺭْﺧَﺎﻧِﻴَّﺔِ ﺑِﺄَﻥْ ﻭَﺿَﻌُﻮﺍ ﺭَﺃْﺳَﻪُ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﻠِﻲ ﻳَﺴَﺎﺭَ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡِ ﺍ ﻫـ ﻓَﺄَﻓَﺎﺩَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔَ ﻭَﺿْﻊُ ﺭَﺃْﺳِﻪِ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﻠِﻲ ﻳَﻤِﻴﻦَ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡِ ﻛَﻤَﺎ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑُ ﺍﻟْﺂﻥَ ، ﻭَﻟِﻬَﺬَﺍ ﻋَﻠَّﻞَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒَﺪَﺍﺋِﻊِ ﻟِﻠْﺈِﺳَﺎﺀَﺓِ ﺑِﻘَﻮْﻟِﻪِ ﻟِﺘَﻐْﻴِﻴﺮِﻫِﻢْ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔَ ﺍﻟْﻤُﺘَﻮَﺍﺭَﺛَﺔَ
“(Ucapan pemilik matan “Dan shalat jenazahnya tetap sah jika mereka meletakkan… dst”): maksudnya (sebagaimana dalam al-Bada’i (Bada’ius Shana’i karya Al-Kasani, pen), dan ditafsirkan dalam Syarh Al-Maniyyah)… adalah meletakkan kepala mayit di sisi kiri imam. Selesai. Maka keterangan ini memberikan faedah bahwa as-Sunnah di dalam meletakkan kepala mayit adalah di sisi kanan imam sebagaimana yang dikenal sekarang. Oleh karena itu penulis al-Bada’i memberi alasan jeleknya (meletakkan kepala mayit di sisi kiri imam, pen) dengan ucapannya “karena mereka telah mengubah as-Sunnah yang turun temurun.” (Raddul Mukhtar alad Durril Mukhtar: 6/282).
- [1] . Abdullah bin Ahmad bin Abdullah bin Abdurrahman Basaudan ini dilahirkan pada tahun 1178 Hijriyah di Hurebeh, sebuah kota di lembah Duan, Hadramaut. Ia adalah keturunan Al Miqdad bin Al Aswad Al Kindy, salah seorang sahabat Baginda Rasul SAW. Beliau mencapai derajat “Mujtahid Fatwa” yang tak bisa diraih sembarang ulama. Begitu hebatnya ilmu Syaikh Abdullah Basaudan, hingga para ulama Hadramaut tak canggung menyandangkan gelar Hujjatul Islam kepadanya. Gelar kehormatan ini dulu pernah di sandang Imam Al Ghozali. (Markas Ahbabul Musthofa Tegal, http://www.markazahbabulmusthofa. org/syaikh-abdullah-basaudan)(Republikbumimaya)